Senin, 24 September 2012

Al-'Aliim

0 komentar
BISMILLAAHI ALHAMDULILLAAH AR-RAHMAAN AR-RAHIIM

Seorang manusia tidak akan bisa lepas dari ilmu, karena dengan ilmu manusia bisa mengetahui berbagai macam hal, dari mulai hai kecil mengenai makanan sampai hal besar seperti membedakan yang salah dan benar,, begitu pentingnya ilmu sampai ada pribahasa yang mengatakan tuntutlah ilmu meski harus ke negeri cina, begitu pentingnya ilmu sampai bisa melebihi kepentingan dari makan, kenapa demikian karena makan pun butuh ilmu, jika tidak mempunyai ilmu sudah tentu kita tidak ada bedanya dengan makhluk yang lain ataupun orang yang kehilangan akal,,,
Sudah kita ketahui semua bahwa ilmu begitu mahal harganya, butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan suatu ilmu, ambil saja jenjang pendidikan yang ada di negara kita saat ini, mulai dari pendidikan anak usia dini dilanjutkan ke TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi untuk meraih gelar ahli madya atau sarjana, bahkan ada yang tak cukup dengan itu, adapula yang melanjutkan jenjang pendidikannya sampai berhasil meraih gelar master ataupun juga doktor,, coba hitung berapa biaya yang telah dikeluarkan oleh seseorang dari kecil sampai ia dewasa untuk menuntut ilmu sampai memiliki gelar sarjana, paling sedikit ia mengeluarkan kurang lebih antara 50-60 juta rupiah, itu mungin hanya untuk biaya pendidikan saja belum uang jajan atau uang makan yang dikeluarkan selama masa pendidikan, belum ongkos untuk naik kendaraaan, dan masih banyak lagi biaya yang lain yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mendapatkan sebuah ilmu mungkin mencapai ratusan juta rupiah apalagi untuk meraih gelar doktor mungkin milyaran,,,


Coba renungkan jika biaya sebesar tadi kita gunakan untuk membangun sebuah rumah tentu akan menjadi rumah yang besar, yang bisa menampung banyak orang, dan hal tersebut sudah pasti akan memberikan banyak manfaat buat orang-orang supaya mereka tidak kepanasan ketika siang, dan tidak kedinginan ketika datang malam,, jika biaya tadi dialokasikan untuk benda mati saja bisa mendatangkan banyak manfaat untuk masyarakat, tentunya jika kita menggunakan logika yang sehat seharusnya alokasi yang digunakan makhluk hidup haruslah lebih banyak memberi manfaat lagi, terlebih lagi jika alokasi dana tadi digunakan oleh kita sebagai manusia yang mempunyai akal untuk berpikir, sepatutnya kita harus bisa lebih banyak memberi manfaat lebih banyak lagi daripada benda mati seperti rumah yang tadi disebutkan,,,
Akan tetapi perkiraan memang terkadang tak sejalan dengan kenyataan, manusia yang diharapkan melakukan perbaikan dengan ilmu yang didapatkan, ternyata malah berbuat kerusakan, menguntungkan satu pihak tapi di pihak yang lain malah dirugikan, manusia yang seharusnya lebih bermanfaat dari sekedar bangunan malah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat, jika sudah seperti ini sia-sia sudah manusia menuntut ilmu supaya mengetahui segala sesuatu, ilmu yang didapat ternyata tidak digunakan dengan akal yang sehat untuk membuat suatu yang bermanfaat, tapi ilmu yang didapat malah diperbudak oleh nafsu syahwat yang akhirnya membuat kerusakan semakin berat,, pantas saja Allaah menyindir dalam Qudsi Allaah berfirman: “AKU heran pada intelektual yang bodoh dalam soal moral”,, jika sudah seperti ini apalah artinya sarjana jika hanya mengundang bencana, apalah artinya gelar pasca sarjana jika masyarakat bukan bertambah bahagia yang ada hanyalah menderita, apa artinya gelar doktoral jika tak peduli dengan masyarakat kecil yang begitu banyak kekurangan dalam banyak hal,, apa artinya gelar profesor jika hanya mementingkan kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya saja dengan menghalalkan segala cara yang akhirnya membuat akal dan hati menjadi kotor,,,
Kejadian tadi tentunya mempunyai penyebab kenapa hal tadi bisa terjadi, karena tidak ada asap jika tidak ada api, mungkin kesalahan itu semua terjadi karena salah niat dalam hati, yang seharusnya menuntut ilmu untuk meraih ridha  Ilahi, tapi ternyata tak sedikit yang berniat dalam hati menuntut ilmu karena mengharapkan perhiasan duniawi,, begitu banyak pemahaman yang harus diluruskan dalam dunia pendidikan,, dan semua itu berawal dari cara mendidik orangtua yang merupakan guru dan teladan pertama dari seorang anak,, coba renungkan apakah kita sudah mendidik anak sesuai dengan aturan agama?,, apakah kita mendidik anak untuk mengejar kehidupan dunia yang hanya sementara?,, padahal Al-Qur’an yang merupakan cahaya petunjuk dalam kehidupan yang didalamnya terdapat bermacam-macam pelajaran tentang kebaikan, kehidupan dan tentang Tuhan, yang didalam Qur’an terdapat jawaban-jawaban dari pertanyaan yang ada dalam pikiran,, tapi karena kesenangan yang melenakan, akhirnya kita melupakan Qur’an,, karena itu mari kita simak pelajaran bagaimana cara mendidik keturunan supaya tidak tertipu dan tersesat dalam kehidupan yang dipenuhi dengan kesenangan: Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al-Baqarah ayat 132-133)
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang." Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Huud ayat 42-43),,
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (Yusuf ayat 5),, Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepadaNYA-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri." ( Yusuf ayat 67) Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf ayat 87)
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Luqman ayat 13) (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman ayat 16-19)


Adakah kita atau orangtua kita pernah memberikan wasiat sebagaimana wasiat yang disampaikan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam kepada anaknya, sesungguhnya Allaah memilih agama ini untukmu, maka janganlah mati kecuali dalam memeluk Islam,, dan ketika Nabi Yaqub ‘alaihi salam mengetahui bahwa akan beliau bertanya kepada anak-anaknya, apakah yang hendak kamu sembah sepeninggalku, sebuah wasiat dan pertanyaan untuk membangun suatu keyakinan dan suatu kekhawatiran orangtua kepada anaknya yang takut menderita jika tidak mengenal Tuhannya,, akan tetapi kebanyakan orangtua yang mengaku beragama Islam tak banyak yang berwasiat dan memberikan pertanyaan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Yaqub ‘alaihi salam, yang ada kebanyakan dari orangtua hanya mewasiatkan harta dan bertanya mau makan apa kamu nanti jika saya sudah mati?,,
Jika dalam surat Al-Baqarah tadi diceritakan tentang berwasiat dan pertanyaan untuk menyembah Tuhan dan jangan mati sebelum memeluk agama Islam, dalam surat Huud diceritakan bagaimana cara menasehati anak yang tidak mau menuruti orangtuanya, dalam surat ini tidak lain dan tidak bukan adalah kisah Nabi Nuh ‘alaihi salam yang memberi nasihat kepada anaknya yang celaka karena tidak mau mengikuti sang ayah yang merupakan utusan Tuhan, kendati pun disebut durhaka tapi kasih sayang beliau kepada anaknya tetap tak berubah selayaknya ayah yang baik kepada anaknya, beliau memanggil anaknya, hai anakku naiklah kapal bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir, sebuah larangan yang seharusnya memang dilakukan para orangtua supaya anaknya tidak menjadi orang celaka yang mendapat murka dan akan dimasukan ke dalam neraka untuk disiksa karena perbuatannya, akan tetapi pada zaman sekarang ini kenyataan malah berbanding terbalik, justru ada orangtua yang menyuruh berpcaran, giliran ada yang menyekolahkan ke perguruan tinggi bukan disuruh untuk menuntut ilmu tapi malah disuruh untuk mencari pacar yang kaya raya, padahal pacaran adalah senjata terampuh iblis dan syetan untuk menjebak keturunan adam dan hawa supaya terjebak dalam syahwat yang mengotori dan jika dibiarkan akan menghitamkan dan membutakan hati sehingga nur Ilahi tak dapat menembus hati,,bahkan ada seorang ibu yang begitu tega menyuruh preman untuk memperkosa anaknya supaya anaknya mau bekerja sebagai pelacur, naudzubillaah,, lalu kemanakah kita mau termasuk?,, kemanakah orangtua kita termasuk?,, dalam ayat berikutnya masih dari surat yang sama Nabi Nuh kembali menasehati anaknya yang merasa akan aman dari bencana yang dikirimkan Allaah Ta’ala, dan beliau menjelaskan bahwa tak akan ada yang selamat dari azab Allaah, dan hanya Allaah lah Yang Maha Penyayang, yang menjadi pertanyaan apakah kita pernah menjelaskan hal yang demikian?,, atau kita hanya mendidik anak kita untuk menjadi orang pintar supaya dapat memiliki kekayaan yang membuat menjadi anak kita lalai dalam mengingat Tuhan, dan akhirnya juga durhaka kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan?,, jangan menyalahkan anak jika kita yang salah dalam memberikan pelajaran,,
Apakah kita pernah memberitahukan kepada anak-anak kita bahwa syaithon adalah musuh yang nyata bagi kita?,, ataukah justru kita yang memberikan jalan kepada keturunan kita untuk menjadi teman yang akrab dengan syaithon lewat acara-acara televisi, lewat internet, lewat hanphone, karena kita tak kita tidak memperhatikan kegunaan dan bahaya yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi?,, apakah kita pernah menyuruh anak-anak kita untuk berserah diri hanya kepada Allaah?,, atau justru secara tidak langsung kita mengajarkan anak-anak untuk bergantung kepada manusia bukan kepada Yang Maha Kuasa?,, apakah kita pernah memberikan contoh kepada anak-anak kita untuk tidak berputus asa terhadap rahmat Allaah, tapi terkadang kita tidak menerima ikhlas apa adanya yang kita punya, jika seperti ini bagaimana mungkin anak-anak kita akan meneledani kita?,, jangan menyalahkan siapa-siapa tapi salahkanlah diri kita karena tidak mengikuti petunjuk mendidik anak yang tertulis dalam surat Yusuf tadi,,,
Dan cara mendidik anak yang sudah sering sekali kita dengar di setiap kajian, pengajian, majlis ta’lim, tabligh akbar dan kegiatan dakwah yang lainnya yakni, kisah seorang hamba Allaah yang sholeh yakni Luqmanul Hakim, dimana Luqman memberikan pelajaran yang pertama yakni jangan mempersekutukan Allaah, karena itu merupakan kedzholiman yang besar,, tapi apa yang pertama kali kita ajarkan kepada anak-anak kita?,, kemudian Luqman mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan pasti akan mendapatkan balasan baik itu kecil apalagi yang besar dan tidak ada yang luput dari pengetahuan Allaah karena DIA Maha Mengetahui,, tapi apakah pernah mengajarkan seperti itu dalam perkataan dan ditunjukan pula dengan perbuatan?,, atau hanya sekedar bicara tapi tak ada fakta yang nyata?,,kemudian Luqman menyuruh kepada anaknya untuk ber amar ma’ruf nahi munkar dan bersabar terhadap apa yang menimpa?,, tapi kebanyakan yang kita perintahkan kepada anak adalah untuk bekerja supaya mendapatkan harta sehingga menjadi kaya karena dipikirnya dengan harta akan bahagia, lalu kemanakah kita termasuk?,,lalu Luqman melarang anaknya untuk tidak memalingkan muka dan berlaku sombong?,, lalu sudahkah kita melakukannya?,, dan Luqman memerintahkan pulau untuk menyederhanakan cara berjalan dan melunakkan suara ketika berbicara,, tapi tak sedikit orangtua yang mengajarkan anaknya lewat perbuatan yang dilakukan, dan mendengarkan suara yang dikeluarkan yang tidak sesuai dengan aturan yang tercantum tadi dalam Qur’an,,
Dengan menyimak rangkaian kisah yang tercantum dalam Qur’an tadi bisa disimpulkan bahwa hal yang paling penting dalam hal pendidikan adalah mengenal Tuhan, atau spiritual atau kerohanian,, dilanjutkan dengan pendidikan mengendalikan amarah atau emotional, barulah terakhir dibahas mengenaik kecerdasan akal yang dikenal dengan inteligent,, hal ini menjadi suatu rumus yang jika urutannya benar maka insya Allaah seorang anak bisa menjadi apa yang diharapkan, karena orang yang mengenal Tuhan sudah pasti akan mampu mengontrol emosinya, dan jika orang sudah bisa mengontrol emosinya, bisa dipastikan orang tersebut bisa dengan mudah memahami suatu pelajaran atau ilmu, yang akhirnya nanti orang tersebut mengetahui banyak hal,, akan tetapi yang terjadi saat ini justru pendidikan agama seperti diacuhkan begitu saja, entah sengaja ataupun tidak di negara kita yang mayoritas muslim terbesar di dunia, ternyata hanya mempelajari agama Islam selama 2x45 menit setiap minggunya, sedangkan pelajaran yang lain begitu banyak jam nya, alhasil seperti diceritkan tadi di awal mengenai sindiran Allaah kepada manusia dalam hadits Qudsi AKU heran kepada intelektual yang bodoh dalam soal moral,,
Begitu pentingnya ilmu untuk mengetahui sesuatu, supaya kita tidak tertipu, karena ilmu begitu mahal harganya sehingga pantas dijadikan syarat yang harus dipunyai untuk orang yang ingin bahagia di dunia dan diakhirat dan hal ini tersurat "barang siapa yang ingin bahagia di dunia hendaklah ia berilmu, barang siapa yang ingin bahagia di akherat hendaklah ia berilmu, dan barang siap yang ingin kebahagian kedua-duanya hendaklah ia berilmu" (riwayat Ahmad)
bila saja orang yang sudah mempunyai ilmu dapat mengetahui sesuatu dan tidak tertipu, apalagi Allaah yang memilki segala ilmu, yang mengetahui apa yang tersembunyi di langit dan di bumi,, mustahil kita dapat menipu Allaah, padahal yang sebenarnya tertipu hanyalah diri kita sendiri,, karena tidak mengetahui siapa Allaah,, begitu hebatnya kedudukan ilmu dan orang yang berilmu sebagaimana disebutkan dalam Qur’an “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Al-Mujadilah ayat 11),, orang yang berilmu ditinggikan derajatnya karena orang yang berilmu mengetahui siapa Tuhannya, siapa dirinya dan apa itu dunia, dan menyebabkan orang yang berilmu menjadi orang yang takut kepada Tuhannya, dan bila ada orang yang mengaku berilmu tapi tidak takut kepada Tuhannya yakni tidak menjalankan syari’at sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullooh shalallaahu ‘alaihi wasalam maka harus dipertanyakan keilmuan orang tersebut,,
Allaah memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu supaya mengetahui sesuatu karena Allaah juga Maha Mengetahui segala sesuatu dengan sifatNYA Al-‘Aalim sebagaiman tercantum dalam Qur’an: DIA-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah ayat 29)

BILLAAHI FI SABILIL HAQ

Leave a Reply