Senin, 24 September 2012

Al-Qaabidh

0 komentar
BISMILLAAHI ALHAMDULILLAAH AR-RAHMAAN AR-RAHIIM


Kekayaan dan kekuasaan, rasanya takkan pernah ada habisnya membahas dua permasalahan yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia di bumi,, karena begitu banyaknya orang yang bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan, dan setelah memiliki kekayaan mereka berpikir dapat memiliki juga kekuasaan,, sehingga tak heran di berbagai negara yang ada saat ini saling berlomba untuk mencari kekayaan sehingga lupa akan tugasnya sebagai seorang insan yang juga merupakan hamba Tuhan dan tentunya harus beribadah kepadaNYA dengan penuh keikhlasan,, mari kita renungkan ayat dalam Qur’an berikut ini: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur, Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang keni’matan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (At-Takatsur ayat 1-8),,

Ayat pertama dalam surat At-Takatsur tadi menyebutkan bahwa bermegah-megahan telah melalaikan kamu,, melalaikan disini tentunya melalaikan tujuan penciptaan seorang manusia yang sudah tentu harus beribadah atau mengabdi kepada Tuhan,, seharusnya ayat ini menjadi suatu peringatan bagi kita semua selaku manusia supaya tidak lalai dalam beribadah dan berdzikir kepada Tuhan, setia saat dan setiap waktu, karena jika kita lalai sedikit saja dalam beribadah dan berdzikir kepada Tuhan, maka iblis dan teman-temannya baik yang dari golongan jin maupun golongan manusia sudah siap sedia mempersiapkan jebakan untuk manusia yang lalai mengingat Tuhannya, dan jebakan itu bukan berupa cobaan ataupun ujian, melainkan harta, tahta dan wanita yang disiapkan untuk jebakan, karena tiga hal tersebut merupakan tiga hal yang disenangi oleh nafsu syahwat manusia, dan jika kesenangan itu terus dituruti sudah barang tentu akan membuka jalan bagi orang tersebut menuju siksaan yang abadi di neraka, sebagaimana sabda Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam: “Neraka diliputi oleh berbagai macam syahwat (kesenangan) dan surga diliputi oleh berbagai macam perkara yang tidak disenangi.” (Riwayat Al-Bukhari no. 6006 dan Muslim no. 2823 dari sahabat Abu Hurairah rodhiyallaahu ‘anhu),, kebenaran hadits ini bisa dilihat pada kehidupan kita sekarang, dimana orang-orang lebih senang untuk duduk di rumah menonton televisi daripada harus memenuhi panggilan Ilahi, lebih senang duduk di tempat kerja daripada harus memenuhi panggilan Yang Maha Kuasa, lebih senang berkumpul di jalan-jalan atau di café-café daripada berkumpul dalam suatu majelis ilmu, baik itu di mushala, mesjid ataupun tempat lain yang suka dipakai untuk berkumpul oleh orang-orang yang menuntut ilmu ataupun mengajarkan ilmu,, padahal semua hal yang dilakukan oleh kebanyakan manusia bukannya membuat mereka menjadi bahagia justru membuat manusia terjurumus ke dalam cinta dunia, dan jika sudah mencintai dunia maka cinta kepada Yang Maha Kuasa akan dianggap cinta biasa, dan akibatnya manusia sekarang kebanyakan tidak menurutu perintahNYA tapi justru mengerjakan apa yang dilarang olehNYA,,,

Dalam ayat kedua diceritakan bahwa manusia bermegah-megah dalam masalah harta, kedudukan dan keturunan itu garis finishnya adalah kubur, karena jika manusia sudah kaku menjadi mayat, maka kemegahan yang diusahakan baik itu dalam harta ataupun tahta tak akan berarti apa-apa karena yang dibawa hanyalah kain kafan saja dan amal-amal baik itupun jika ada dan diterima oleh Yang Maha Kuasa yang akan menjadi bekal manusia untuk hidup di alam yang tak akan ada akhirnya,, ayat kedua ini juga merupakan sindiran dengan bahasa yang indah, dimana Allaah menggambarkan sifat rakusnya manusia yang tak pernah puas dalam masalah harta dan tetap berlomba-lomba untuk bermegah-megahan,,dan hal ini terjadi sama orang yang tidak pandai untuk bersyukur dimana jika diberi rumah untuk tinggal masih membutuhkan kendaraan, misal diberi sepeda minta motor, diberi motor malah minta mobil, diberi mobil minta pesawat, diberi pesawat minta kapal pesiar, terus dan terus seperti itu jika manusia tidak bisa mensyukur apa yang telah diberi oleh Ilahi,, kecuali jika mati sudah menghampiri barulah menyadari kekayaan dan kedudukan yang dibanggakan selama ini tiada arti, sedangkan amal baik yang dianggap hanya sesuatu yang sia-sia malah menemani, dari sini penyesalan yang sejati mulai mendatangi sampai hari kiamat nanti,,,

Dua ayat yang sama mengulang larangan supaya manusia tidak bermegah-megahan, larangan ini diulang berarti menunjukkan begitu bahayanya melakukan bermegah-megahan ini, karena dengan bermegahan-megahanlah awal kecintaan dunia, dan cinta dunia adalah awal dari segala keburukan, cinta dunia banyak macamnya, mulai dari cinta pangkat, kekayaan, cinta pujian, cinta kemewahan, cinta mempunyai banyak pengikut, cinta kekuasaan dan lain sebagainya,, cinta dunia ini bukan hanya pada aspek harta saja tapi secara umum jika seseorang sudah mencintai hal-hal keduniaan itulah cinta dunia, dari cinta dunia ini akan menghasilkan berbagai macam sifat buruk seperti sombong karena orang yang cinta dunia akan merasa paling kaya atau paling berkuasa, bila ada yang menyainginya ia akan menghasut orang lain supaya benci kepadanya dan timbullah sifat hasad dalam dirinya, tak cukup dengan itu ia pun akan dengki terhadap kelebihan yang ada pada orang lain yang tidak dimliki oleh dirinya, karena ketakutan hartanya berkurang maka ia pun akan memiliki sifat bakhil, senantiasa merasa kurang atas apa yang dimilikinya sehingga ia pun memiliki sifat tamak, dan bila manusia sudah seperti ini maka akan saling menjatuhkan, saling membenci dan saling bertikai sebagaimana bisa kita lihat keadaan manusia saat ini,,,

Dalam ayat berikutnya pernyataan itu berbunyi Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,, tentunya pengetahuan yang yakin ini adalah pengetahuan mengenai agama, dan orang yang mengetahui agama tidak lain dan tidak bukan adalah para ustadz, ulama, kyai dan sebagainya,, ayat ini membuktikan bahwa Al-Qur’an memang relevan untuk semua zaman, dimana pada saat sekarang ini tak sedikit para tokoh agama yang menggunakan pangkatnya hanya untuk memperoleh perhiasan dunia, bukan untuk melakukan pengajaran kepada masyarakat yang membutuhkan, buktinya tak sedikit diantara mereka yang memasang tarif jika ingin mendapatkan ilmu dari tokoh-tokoh agama tersebut,, padahal Allaah sudah memperingatkan hal ini dalam Al-Baqarah Allaah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allaah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allaah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” (Al-Baqarah ayat 174),, ada yang mengatakan karena tidak boleh murah makanya dimahalkan, sungguh suatu alasan yang menggelikan yang keluar dari orang yang mempunyai pemahaman terhadap keyakinan, dalam hal ini mereka seolah tidak mengetahui bahwa balasan dari sisi Allaah yakni pahala tentunya lebih baik,, mereka yang meminta bayaran juga tidak meneladani para Rasul dan sahabat yang menyampaikan kebenaran tanpa mengharapkan balasan dari manusia tapi mereka mengharapkan balasan dari Tuhan Yang Maha Rohman, karena mereka tahu kehidupan dunia ini hanya sementara, jadi kesenangan di dunia pun tiada artinya jika dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat yang kekal selamanya, dan hal ini tercantum pula dalam Qur’an: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allaah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (Al-An’aam ayat 90), bahkan dalam surat Asy-Syu’aaroo pengulangan upah dari Tuhan disebutkan beberapa kali: Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. (Asy-Syu’aaraa ayat 109, 127, 145, 164, 180),, ini merupakan peringatan bagi orang-orang yang mengetahui pengetahuan tentang agama untuk berprinsip sesuai dengan Al-Qur’an, karena hal ini juga telah dicontohkan oleh Rasulullaah, dimana beliau tidak meminta sedikitpun upah berupa harta, tapi beliau hanya berharap upah yang diberikan manusia adalah keimanan dirinya, bahkan harta kekayaan beliau dan istri justru habis digunakan untuk kepentingan menyampaikan suatu ajaran yang merupakan rahmat bagi semesta alam,, hal ini juga diteladani oleh para sahabat, tabi’it dan tabi’in yang merupakan sebaik-baik generasi,, tidak seperti generasi saat ini yang mayoritas hanya mementingkan kepentigan pribadi, keluarga dan golongannya saja, tidak merasa malu meskipun mereka membawa tugas untuk mengajarkan agama kepada manusia,,,

Ayat berikutnya merupakan petunjuk bahwa seharusnya orang yang mempunyai pengetahuan yang yakin bisa melihat neraka jahim, melihat disini tentunya melihat gambaran siksaan dan mengerikannya neraka jahim tadi karena mempunyai pengetahuan tentang agama, bagaimana tidak takut jika membayangkan siksaan neraka yang paling ringan sekalipun dapat membuat otak mendidih padahal hanya dipakaikan sandal dari api, jika siksaan neraka paling ringan begitu dahsyatnya maka bisa dibayangkan siksaan yang akan kita terima bila kita tidak mengamalkan ilmu yang ada pada diri kita, maka sepatutnyalah orang-orang yang mempunyai ilmu agama lebih takut kemurkaan Tuhannya yang ada pada neraka, bukannya malah menyalahgunkan pangkat dan jabatannya untuk mendapatkan harta,,,

Bila saja peringatan-peringatan tadi sudah tidak lagi dipedulikan maka dalam ayat berikutnya Allaah memberi ancaman bahwa manusia akan melihat dengan ‘ainul yaqin atau penglihatan yang nyata, dan penglihatan yang nyata disini adalah melihat secara langsung yang berarti manusia yang bermegah-megahan akan dimasukkan ke dalam neraka dan melihat sebagaimana telah diperingatkan dan dijanjikan oleh Tuhan,,

Dan ayat terakhir surat At-Takatsur ini memberi peringatan pula bahwa semua keni’matan yang dimegah-megahkan akan dimintai pertanggungjawabkan, akan ditanya darimana harta itu didapatkan, lalu dibelanjakan kemana,, sebagaimana disebutkan dalam hadits, Rasulullaah bersabda :”Seseorang hamba tidaklah akan melangkah maju kakinya sebelum dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia dihabiskan, dan tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan, dan tentang hartanya, darimana dia peroleh, dan untuk apa ia belanjakan dan dari badannya untuk apa dia habiskan” (Riwayat Tirmidzi),, lalu sudahkah kita memperhatikan hal-hal yang demikian?,, sudahkah kita menghisab diri sebelum datang hisab nanti?,, ataukah kita terbuai dengan kesenangan yang membuat lupa bahwa kita akan mati?,,

Kekayaan dikejar karena kebanyak manusia berpikir setelah memiliki kekayaan dengan mudah akan mendapat kekuasaan, dan setelah mendapat kekuasaan manusia bisa berbuat sesuai dengan kehendaknya, bila ada orang yang mendukungnya maka rejekinya akan dilancarkan dan bila ada orang yang menentangnya sudah tentu rejekinya akan disempitkan,, alangkah kejamnya manusia seperti ini yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan, sedangkan rakyat yang membutuhkan bantuan dibiarkan begitu saja karena dianggap tidak memberikan keuntungan, padahal karena ada rakyatlah mereka para pemimpin mempunyai jabatan, karena rakyat pula lah mereka mendapatkan penghasilan dari pajak-pajak dan pungutan-pungutan yang lain,, keadaan semakin tak menguntungkan buat para wirausaha kecil karena beban yang diberikan seperti mematikan perusahaan kecil sedangkan perusahaan besar dan asing diberikan kesempatan untuk memperluas usahanya,,beginikah cara para pemimpin dan wakil rakyat berterima kasih kepada rakyatnya?

Sempitnya rejeki seorang manusia sebenarnya bergantung kepada manusia itu sendiri, karena dosa-dosa yang sering dilakukan itu menjadi penghalang manusia sendiri terhadap rejekinya,, Dari Tsauban berkata, Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda ," Tidak ada yang menambah umur menjadi lebih barokah kecuali perbuatan baik (menyambung silaturhaim), tidak ada yang dapat mengubah takdir kecuali doa, dan seseoarang menolak rejekinya dengan perbuatan dosa yang telah dikerjakan." (riwayat Ibnu Majah).

Perbuatan dosa yang telah kita kerjakan tidak sekedar balasan azab, tetapi juga membuat rejeki kita enjadi sempit. Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits diatas. Oleh sebab itu, umat Islam dianjurkan selalu minta ampun pada Allaah Subhanahu Wa Ta’ala. Dari segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuat. Karena kadang-kadang kita me lakukan perbuatan dosa yang tidak kita sadari.

Didalam hadits yang lain Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:" Malaikat Jibril membisikkan kepadaku, bahwa setiap jiwa tidak akan keluar dari dunia (mati) hingga genap umurnya, dan telah menghabiskan rejeki (yang menjadi jatahnya). Maka baguskanlah kalian dalam mencari rejeki, jangan sekali-kali mengusahan rejeki cepat datang dengan cara (yang mengandung ) maksiat kepada Allaah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena sesungguhnya Allaah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan memberikan apa yang ada di sisi-Nya, kecuai dengan melakukan ketaatan pada-Nya (riwayat ath-Thobroni).

Maksiat dengan berbagai bentuk dan caranya yang dilakukan kepada Allaah Subhanahu Wa Ta’ala untuk mendapatkan rejeki.Baik itu dengan perbuatan syirik atau perbuatan dosa lainnya seperti, mencuri,menjambret, korupsi dan sebagainya. Menunjukkan bahwa yang melakukan adalah hamba yang tidak sabar dan tidak bisa bersyukur. Ia tidak sadar bahwa setiap hamba memiliki jatah rejeki masing-masing. Dan dia tidak akan mati sebelum rejeki yang telah menjadi jatahnya itu habis. Semua telah tertulis , sesuai dengan ketentuan Allaah Subhanahu Wa Ta’ala. Hamba yang lemah dan dhaif tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menambah jatah yang sudah ditetapkan baginya.Apalagi dengan cara yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Namun terdapat satu dosa yang lebih dasyat menghalangi seseorang untuk mendapatkan rejeki yaitu Zina. Zina selain pelakunya mendapatkan ancaman dosa besar, ia akan ditutup rejekinya. Ia akan merasa semakin hari semakin miskin dan hartanya makin habis. Dalam sebuah hadits dijelaskan , dari Ibnu'Abbas berkata, Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda,"Takutlah kalian akan perbuatan zina karena didalanya terdapat empat hal antara lain: menghilangkan ketampanan wajah, menutup rejeki,membuat Allaah Subhanahu Wa Ta’ala marah, dan pelakunya akan kekal di dalam neraka". (riwayat. ath-Thabrani)

Manusia dengan memiliki kekayaan dan kekuasaan dapat menyempitkan rejeki seseorang padahal rejeki disempitkan oleh manusia sendiri karena perbuatan dosa yang diasadari atau tidak disadari,
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allaah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allaah), maka Allaah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allaah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Al-Baqarah ayat 245)

BILLAAHI FI SABILIL HAQ

Leave a Reply