Jika kita mendengar kata hina, pasti yang terlintas dalam pikiran kita semua adalah sesuatu yang buruk dan tak berharga, jika disebut pada manusia pasti manusia itu adalah orang yang tidak mempunyai harta, memakai pakaian yang sudah bertambalkan, tinggal di kolong jembatan, dan makan dari sisa makanan orang yang telah dibuang,, dan jika disebut pada binatang sudah pasti akan disebut binatang itu adalah binatang yang diharamkan menurut Islam,, mungkin benar adanya orang yang tak mempunyai harta dianggap hina dihadapan manusia, tapi belum tentu hina dihadapan Allaah Yang Maha Mulia,, mereka yang menganggap hina orang yang tak mempunyai harta karena mereka hanya berpikiran sempit dan mengartikan segala sesuatu dengan uang dan kekayaan, karena dalam benak orang seperti adalah segala sesuatu itu butuh uang, tapi mereka lupa bahwa segala sesuatu tidak dapat dibeli dengan uang,, dan yang tidak dapat dibeli dengan uang adalah iman,, mereka bisa membeli kendaraan, mereka bisa membeli tempat tinggal, bahkan yang mengerikan mereka juga bisa membeli kehormatan orang yang pikirannya sudah dikuasai kesenangan dunia yang dibisikan oleh syaithan,, tapi semua itu tidak berlaku untuk iman, karena iman tidak dapat dijual beli dengan uang berapapun harganya,, meski tak jarang orang-orang menggadaikan petunjuk yang telah diberikan untuk meraih keimanan, dengan harta kekayaan yang dikiranya sumber kebahagiaan padahal sesungguhnya adalah sumber kesengsaraan,,
Kesengsaraan yang ditimbulkan dari memiliki kekayaan bukan kesengsaraan seperti tidak bisa makan atau tidak mempunyai pakaian, kesengsaraan disini adalah kesengsaraan tidak memanfaatkan kekayaan untuk berbuat kebaikan sebagaimana telah diperintahkan oleh Tuhan Yang Maha Rahmaan dan dicontohkan oleh Rasulullaah shalAllaahu ‘alaihi wasalam,, jika kesengsaraan ini tak segera dihentikan dengan merubah sifat bakhil menjadi sifat dermawan, maka harta kekayaan yang dibanggakan pun akan kembali diambil dan manusia yang dititipinya pun akan diazab dengan berat sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an tentang kerabat dekat dari Nabi Musa ‘alaihi salam yang bernama qarun, dalam Surat Al-Qasas diceritakan: “Sesungguhnya qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allaah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allaah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allaah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allaah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar." Maka Kami benamkanlah qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allaah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allaah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allaah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allaah)." (Al-Qashash ayat 76-82) selain ayat ini larangan Allaah untuk tidak mengikuti jejak orang-orang yang menyakiti nabi Allaah tersurat dalam surat Al-Ahzab ayat 69,, Allaah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka ALLAAH membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allaah.”
Ayat yang begitu panjang tadi begitu banyak menyimpan pelajaran yang bisa kita petik kebaikan untuk menjadi seorang hamba yang diridhai oleh Tuhan, tapi kita coba merenungkan teguran dari kaum Nabi Musa kepada kerabat dekatnya, dimana teguran pertama yang tadi disebutkan adalah, jangankan kamu terlalu membanggakan diri, karena Allaah tidak menyukai orang-orang yang terlalu menyombongkan dirinya,, dan makhluk Allaah yang pertama kali terlalu membanggakan diri itu tidak lain dan tidak bukan adalah makhluk yang bernama iblis,, sebelum Nabi Adam ‘alaihi salam diciptakan, iblis adalah seorang hamba Allaah yang begitu taat beribadah, bahkan menjadi makhluk kebanggan dari malaikat Jibril ‘alaihi salam,, tapi setelah diciptakan Nabi Adam dan turun perintah Tuhan untuk sujud kepada Nabi Adam, namun iblis menolak perintah itu karena dia merasa lebih mulia karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah, karena membanggakan diri inilah iblis yang tadinya mempunyai bentuk yang indah malah dikutuk menjadi makhluk yang buruk dan calon penghuni neraka yang sudah ditetapkan,, cerita ini begitu sering diulang dalam Al-Qur’an supaya kita selaku manusia selalu ingat agar tidak membanggakan diri sebagaimana iblis membanggakan diri,, mungkin inilah jawaban dari pertanyaan yang dilemparkan seorang santri kepada kyai nya dengan bertanya kenapa begitu sering cerita tentang Nabi Adam dan Iblis diulang, dan jawabannya supaya manusia tidak berbuat seperti iblis yang mendapat kutukan,, begitu Maha Penyayangnya Allaah kepada para hambaNYA dengan terus mengulang-ulang cerita tadi karena Allaah mengetahui bahwa manusia itu mempunyai sifat pelupa yang harus senantiasa diingatkan, namun semua itu menjadi sia-sia adanya jika yang diingatkan tidak pernah mau mengikuti petunjuk yang diberikan sebagaimana keadaan manusia sekarang,, kebanyakan manusia saat ini berlomba dalam mencari kekayaan agar mendapat pujian, bukannya berlomba untuk berbuat kebaikan agar mendapatkan keridhaan dari Tuhan,, lalu sejauh manakah kita sudah melangkahkan kaki?,, apakah berlomba mencari kekayaan, dan saling membanggakan,, ataukah berlomba dalam berbuat kebaikan agar mendapat keridhaan Tuhan?,,
Nasihat berikutnya yang dikatakan kaum Nabi Musa ‘alaihi salam kepada qarun adalah, carilah apa yang telah dianugerahkan kepadamu yakni kebahagiaan kehidupan akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kehidupan duniawi,, disini kita bisa mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga, dimana satu kaum saling mengingatkan dalam kebaikan untuk mencari apa yang telah dianugerahkan kepada manusia berupa kebahagiaan kehidupan akhirat dan tidak melupakan untuk berusaha dan mensyukuri kehidupan duniawi,, dalam hal ini mungkin akan timbul pertanyaan kenapa harus dicari, dan jawabannya adalah karena kebahagiaan itu adalah tujuan, maka kita yang harus berusaha mencari jalan yang mengantarkan kita ke tujuan tersebut,, bisa dicontohkan jika kita ingin pergi ke suatu tempat,, pasti kita yang akan berusaha mencari tempat tersebut, dan tidak mungkin tempat tersebut akan menghampiri kita,, contoh lain yang sudah menjadi kebiasaan kita, jika kita ingin pergi buang air sudah pasti kita akan mencari toilet, tidak mungkin toilet tersebut akan menghampiri kita,, namun sayangnya keadaan saling mengingatkan seperti ini sudah jarang ditemui, karena manusia kebanyakan sudah mencintai dunia, jadi saling menasihatinya hanya sebatas tentang kehidupan dunia,, padahal dalam ayat tadi yang pertama kali disebutkan adalah kehidupan akhirat dulu baru kemudian jangan melupakan kehidupan akhirat, kehidupan duniawi,, lalu apakah kita sudah saling mengingatkan tentang kehidupan akhirat, atau kita hanya saling mengingatkan kehidupan dunia saja?,,
Dalam nasihat berikutnya kaum tersebut mengatakan agar berbuat baik kepada orang lain sebagaimana Allaah telah berbuat baik kepada manusia,, nasihat ini mengingatkan kita agar tidak takut untuk berbagi karena takut berkurang rejeki,, agar kita mau memberikan meskipun tak mendapat balasan,, coba renungkan betapa banyak perbuatan baik Allaah kepada kita semua,, dari udara yang tidak dipungut biaya, coba bayangkan bila udara harus membayar, berapa yang kita harus keluarkan?,, cahaya matahari yang terus menyinari bumi kita ini, sehingga kita dapat melakukan kegiatan setiap hari,, coba renungkan bagaimana bila tak ada matahari yang menyinari?,, begitu banyak pemberian Allaah dalam penciptaan bumi ini yang tak kita sadari bahkan sering terlupakan,, tak hanya dalam alam bahkan dalam anggota badan kita pun begitu banyak pemberian dari Tuhan yang sering dilupakan,, padahal kesehatan yang ada dalam tubuh merupakan modal untuk melakukan segala kegiatan dan tentunya bersujud simpuh kepada Sang Pemilik Ruh,, tapi karena manusia merasa bahwa apa yang dimilikinya hanyalah hasil usahanya, maka manusia menjadi tidak mau berbagi dengan sesamanya,, padahal jika manusia menyadari bahwa yang namanya rejeki itu bukan apa yang kita kumpulkan melainkan apa yang sudah kita pergunakan, jika dalam bentuk makananan sudah dimakan, jika dalam bentuk pakaian sudah kita kenakan, dan jika dalam bentuk barang yang lain sudah kita pergunakan,, karena apa yang kita miliki belum tentu rejeki, mungkin saja apa yang kita miliki saat ini adalah hal yang harus kita bagi,, tak perlu merasa rendah diri jika bergaul dengan orang yang tak punya harta duniawi, karena Nabi Muhammad sholalAllaahu ‘alaihi wasalam sendiri yang merupakan manusia paling mulia, justru menyayangi orang-orang yang tidak mempunyai harta,, lalu siapa kita sampai tidak mau bergaul dengan orang yang kesusahan padahal mereka sedang membutuhkan bantuan,, perlu diketahui wahai para orang-orang kaya,, kalian tidak akan disebut kaya jika tidak ada orang-orang yang tak punya,, kalian tidak akan disebut dermawan jika tidak ada orang yang kekurangan,, kalian tidak akan dihormati jika kalian tidak saling berbagi,, coba renungkan oleh kalian apa yang terjadi jika semua orang di dunia ini menjadi kaya?,,
Dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi, itulah nasihat yang diberikan kaum Nabi Musa kepada qarun, kerusakan yang diperbuat qarun adalah kerusan karena membiarkan orang-orang yang kesusahan kelaparan, padahal qarun sendiri memiliki harta kekayaan, tapi ia tidak mau membagikan karena ia merasa semua harta yang didapatnya adalah hasil dari ilmunya,, tapi ia juga lupa bahwa ilmu yang merasa dimilikinya adalah dari siapa,, ia lupa ketika ia dilahirkan ke dunia tak membawa apa-apa dan tak mempunyai pengetahuan tentang apa-apa,, dan cukuplah seseorang memperihatkan kebodohannya jika dirinya merasa pintar seperti qarun tadi,, dan jika disimpulkan ternyata kebodohanlah yang menghinakan seseorang, baik itu dihadapan manusia apalagi dihadapan Tuhan,, kebodohanlah yang menyebabkan kerusakan di bumi,, kebodohan terhadap dunia menjadikan manusia hina dan kebodohan terhadap agama bisa mendapat murka dari Yang Maha Kuasa,, kebodohan disini bukan hanya kebodohan tidak mengetahui karena manusia sekarang banyak yang mengetahui, tapi kebodohan disini adalah kebodohan tidak mau mengikuti dan mengamalkan, mengerjakan apa yang sudah diketahuinya,,
Jika manusia saja dengan sifat bodohnya mampu menghinakan dirinya sendiri, apalagi Allaah yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini, sudah pasti dapat menghinakan siapa saja yang dikehendakinya, karena itu pantaslah Allaah memiliki Asma wa Sifat Al-Mudzdzill yang artinya Yang Maha Menghinakan sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali- Imran ayat 26)
BILLAAHI FI SABILIL HAQ
Kesengsaraan yang ditimbulkan dari memiliki kekayaan bukan kesengsaraan seperti tidak bisa makan atau tidak mempunyai pakaian, kesengsaraan disini adalah kesengsaraan tidak memanfaatkan kekayaan untuk berbuat kebaikan sebagaimana telah diperintahkan oleh Tuhan Yang Maha Rahmaan dan dicontohkan oleh Rasulullaah shalAllaahu ‘alaihi wasalam,, jika kesengsaraan ini tak segera dihentikan dengan merubah sifat bakhil menjadi sifat dermawan, maka harta kekayaan yang dibanggakan pun akan kembali diambil dan manusia yang dititipinya pun akan diazab dengan berat sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an tentang kerabat dekat dari Nabi Musa ‘alaihi salam yang bernama qarun, dalam Surat Al-Qasas diceritakan: “Sesungguhnya qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allaah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allaah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allaah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allaah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar." Maka Kami benamkanlah qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allaah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allaah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allaah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allaah)." (Al-Qashash ayat 76-82) selain ayat ini larangan Allaah untuk tidak mengikuti jejak orang-orang yang menyakiti nabi Allaah tersurat dalam surat Al-Ahzab ayat 69,, Allaah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka ALLAAH membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allaah.”
Ayat yang begitu panjang tadi begitu banyak menyimpan pelajaran yang bisa kita petik kebaikan untuk menjadi seorang hamba yang diridhai oleh Tuhan, tapi kita coba merenungkan teguran dari kaum Nabi Musa kepada kerabat dekatnya, dimana teguran pertama yang tadi disebutkan adalah, jangankan kamu terlalu membanggakan diri, karena Allaah tidak menyukai orang-orang yang terlalu menyombongkan dirinya,, dan makhluk Allaah yang pertama kali terlalu membanggakan diri itu tidak lain dan tidak bukan adalah makhluk yang bernama iblis,, sebelum Nabi Adam ‘alaihi salam diciptakan, iblis adalah seorang hamba Allaah yang begitu taat beribadah, bahkan menjadi makhluk kebanggan dari malaikat Jibril ‘alaihi salam,, tapi setelah diciptakan Nabi Adam dan turun perintah Tuhan untuk sujud kepada Nabi Adam, namun iblis menolak perintah itu karena dia merasa lebih mulia karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah, karena membanggakan diri inilah iblis yang tadinya mempunyai bentuk yang indah malah dikutuk menjadi makhluk yang buruk dan calon penghuni neraka yang sudah ditetapkan,, cerita ini begitu sering diulang dalam Al-Qur’an supaya kita selaku manusia selalu ingat agar tidak membanggakan diri sebagaimana iblis membanggakan diri,, mungkin inilah jawaban dari pertanyaan yang dilemparkan seorang santri kepada kyai nya dengan bertanya kenapa begitu sering cerita tentang Nabi Adam dan Iblis diulang, dan jawabannya supaya manusia tidak berbuat seperti iblis yang mendapat kutukan,, begitu Maha Penyayangnya Allaah kepada para hambaNYA dengan terus mengulang-ulang cerita tadi karena Allaah mengetahui bahwa manusia itu mempunyai sifat pelupa yang harus senantiasa diingatkan, namun semua itu menjadi sia-sia adanya jika yang diingatkan tidak pernah mau mengikuti petunjuk yang diberikan sebagaimana keadaan manusia sekarang,, kebanyakan manusia saat ini berlomba dalam mencari kekayaan agar mendapat pujian, bukannya berlomba untuk berbuat kebaikan agar mendapatkan keridhaan dari Tuhan,, lalu sejauh manakah kita sudah melangkahkan kaki?,, apakah berlomba mencari kekayaan, dan saling membanggakan,, ataukah berlomba dalam berbuat kebaikan agar mendapat keridhaan Tuhan?,,
Nasihat berikutnya yang dikatakan kaum Nabi Musa ‘alaihi salam kepada qarun adalah, carilah apa yang telah dianugerahkan kepadamu yakni kebahagiaan kehidupan akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kehidupan duniawi,, disini kita bisa mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga, dimana satu kaum saling mengingatkan dalam kebaikan untuk mencari apa yang telah dianugerahkan kepada manusia berupa kebahagiaan kehidupan akhirat dan tidak melupakan untuk berusaha dan mensyukuri kehidupan duniawi,, dalam hal ini mungkin akan timbul pertanyaan kenapa harus dicari, dan jawabannya adalah karena kebahagiaan itu adalah tujuan, maka kita yang harus berusaha mencari jalan yang mengantarkan kita ke tujuan tersebut,, bisa dicontohkan jika kita ingin pergi ke suatu tempat,, pasti kita yang akan berusaha mencari tempat tersebut, dan tidak mungkin tempat tersebut akan menghampiri kita,, contoh lain yang sudah menjadi kebiasaan kita, jika kita ingin pergi buang air sudah pasti kita akan mencari toilet, tidak mungkin toilet tersebut akan menghampiri kita,, namun sayangnya keadaan saling mengingatkan seperti ini sudah jarang ditemui, karena manusia kebanyakan sudah mencintai dunia, jadi saling menasihatinya hanya sebatas tentang kehidupan dunia,, padahal dalam ayat tadi yang pertama kali disebutkan adalah kehidupan akhirat dulu baru kemudian jangan melupakan kehidupan akhirat, kehidupan duniawi,, lalu apakah kita sudah saling mengingatkan tentang kehidupan akhirat, atau kita hanya saling mengingatkan kehidupan dunia saja?,,
Dalam nasihat berikutnya kaum tersebut mengatakan agar berbuat baik kepada orang lain sebagaimana Allaah telah berbuat baik kepada manusia,, nasihat ini mengingatkan kita agar tidak takut untuk berbagi karena takut berkurang rejeki,, agar kita mau memberikan meskipun tak mendapat balasan,, coba renungkan betapa banyak perbuatan baik Allaah kepada kita semua,, dari udara yang tidak dipungut biaya, coba bayangkan bila udara harus membayar, berapa yang kita harus keluarkan?,, cahaya matahari yang terus menyinari bumi kita ini, sehingga kita dapat melakukan kegiatan setiap hari,, coba renungkan bagaimana bila tak ada matahari yang menyinari?,, begitu banyak pemberian Allaah dalam penciptaan bumi ini yang tak kita sadari bahkan sering terlupakan,, tak hanya dalam alam bahkan dalam anggota badan kita pun begitu banyak pemberian dari Tuhan yang sering dilupakan,, padahal kesehatan yang ada dalam tubuh merupakan modal untuk melakukan segala kegiatan dan tentunya bersujud simpuh kepada Sang Pemilik Ruh,, tapi karena manusia merasa bahwa apa yang dimilikinya hanyalah hasil usahanya, maka manusia menjadi tidak mau berbagi dengan sesamanya,, padahal jika manusia menyadari bahwa yang namanya rejeki itu bukan apa yang kita kumpulkan melainkan apa yang sudah kita pergunakan, jika dalam bentuk makananan sudah dimakan, jika dalam bentuk pakaian sudah kita kenakan, dan jika dalam bentuk barang yang lain sudah kita pergunakan,, karena apa yang kita miliki belum tentu rejeki, mungkin saja apa yang kita miliki saat ini adalah hal yang harus kita bagi,, tak perlu merasa rendah diri jika bergaul dengan orang yang tak punya harta duniawi, karena Nabi Muhammad sholalAllaahu ‘alaihi wasalam sendiri yang merupakan manusia paling mulia, justru menyayangi orang-orang yang tidak mempunyai harta,, lalu siapa kita sampai tidak mau bergaul dengan orang yang kesusahan padahal mereka sedang membutuhkan bantuan,, perlu diketahui wahai para orang-orang kaya,, kalian tidak akan disebut kaya jika tidak ada orang-orang yang tak punya,, kalian tidak akan disebut dermawan jika tidak ada orang yang kekurangan,, kalian tidak akan dihormati jika kalian tidak saling berbagi,, coba renungkan oleh kalian apa yang terjadi jika semua orang di dunia ini menjadi kaya?,,
Dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi, itulah nasihat yang diberikan kaum Nabi Musa kepada qarun, kerusakan yang diperbuat qarun adalah kerusan karena membiarkan orang-orang yang kesusahan kelaparan, padahal qarun sendiri memiliki harta kekayaan, tapi ia tidak mau membagikan karena ia merasa semua harta yang didapatnya adalah hasil dari ilmunya,, tapi ia juga lupa bahwa ilmu yang merasa dimilikinya adalah dari siapa,, ia lupa ketika ia dilahirkan ke dunia tak membawa apa-apa dan tak mempunyai pengetahuan tentang apa-apa,, dan cukuplah seseorang memperihatkan kebodohannya jika dirinya merasa pintar seperti qarun tadi,, dan jika disimpulkan ternyata kebodohanlah yang menghinakan seseorang, baik itu dihadapan manusia apalagi dihadapan Tuhan,, kebodohanlah yang menyebabkan kerusakan di bumi,, kebodohan terhadap dunia menjadikan manusia hina dan kebodohan terhadap agama bisa mendapat murka dari Yang Maha Kuasa,, kebodohan disini bukan hanya kebodohan tidak mengetahui karena manusia sekarang banyak yang mengetahui, tapi kebodohan disini adalah kebodohan tidak mau mengikuti dan mengamalkan, mengerjakan apa yang sudah diketahuinya,,
Jika manusia saja dengan sifat bodohnya mampu menghinakan dirinya sendiri, apalagi Allaah yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini, sudah pasti dapat menghinakan siapa saja yang dikehendakinya, karena itu pantaslah Allaah memiliki Asma wa Sifat Al-Mudzdzill yang artinya Yang Maha Menghinakan sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali- Imran ayat 26)
BILLAAHI FI SABILIL HAQ