BISMILLAAHI ALHAMDULILLAAH AR-RAHMAAN AR-RAHIIM
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allaah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allaah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allaah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujaadilah ayat 11)
Ayat diatas merupakan ayat yang sudah seringkali kita dengar terlebih lagi potongan ayat yang artinya Allaah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantarmu dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat,, meskipun sudah begitu jelas ayat tersebut disebutkan bahwa yang ditinggikan derajatnya oleh Allaah atau dengan kata lain yang dimuliakan oleh Allaah hanyalah orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan,, akan tetapi manusia dengan keangkuhannya, dengan kebodohannya masih saja tetap berpikir bahwa harta dan tahta lah yang dapat memuliakan kedudukannya,, mungkin juga karena matanya sudah tak bisa melihat dan telinganya sudah tak bisa lagi mendengar tentang kebenaran dan perintah yang telah tercantum dalam Al-Qur’an selaku pedoman hidup bagi yang beriman dan petunjuk yang membawa cahaya kebenaran,,
Begitu mulianya kedudukan ilmu sampai sebuah pekerjaan atau mata pencaharian pun sangat erat kaitannya dengan tingginya ilmu yang dimiliki seseorang,, namun sayang pada saat sekarang karena yang terbayang dalam akal manusia tingginya ilmu maka tingginya kedudukan dan diartikan sebagai orang yang mempunyai kekayaan, maka pantas saja orang-orang yang berilmu sekarang tidak begitu memahami keagungan dan kekuasaan Tuhan yang memiliki seluruh ilmu,, dan akibat dari semua ini ternyata kembali kepada niat seseorang dalam menuntut ilmu,, apakah menuntut ilmu untuk bekal beribadah, ataukah menuntut ilmu untuk mencari harta yang tidak berkah?,, silakan renungkan dan tanyakan pada diri kita masing-masing,,,
Jika akal manusia terus menerus diberikan suatu gambaran mengenai ilmu yang erat hubungannya dengan kekayaan,, maka sudah bisa dipastikan niat seorang manusia untuk menuntut ilmu pasti akan berujung pada kekayaan pula,, kita ibaratkan seperti sebuah komputer yang terus menerus dimasukkan data yang berbentuk bilangan maka hasil kerja dari komputer itu pun akan berupa bilangan,, atau seperti sebuah bak yang terus diisi dengan air maka sudah pasti yang keluar dari bak tersebut adalah air tidak akan menjadi batu,, sadar atau tidak sadar kita mungkin telah melakukan perbuatan demikian, menuntut ilmu karena ingin menginginkan kekayaan,, karena akal kita terus menerus diberikan gambaran bahwa ilmu itu untuk kekayaan, sebagai contoh ketika kita masih dalam masa anak-anak, orangtua kita memberi uang jajan dan mendo’akan kurang lebih seperti ini “yang benar ya belajarnya supaya jadi orang pintar dan kalau sudah pintar nanti kamu bisa menjadi orang besar” tak cukup sampai disana, orangtua kita memberi contoh orang pintar dan besar itu seperti apa, lalu disebutlah dokter, polisi, pilot ataupun presiden,, dan saat kita melihat orang-orang yang mempunyai pekerjaan tadi mempunyai kekayaan, maka secara tidak langsung akal dalam pikiran kita berpikir bahwa ilmu adalah kunci kekayaan,, tak cukup sampai disana, kadangkala orangtua yang merasa kecewa dengan hasil belajar dari sang anak mungkin mengeluarkan perkataan kurang lebih seperti ini “kami itu menyekolahkan kamu supaya kamu tidak seperti kami yang hidup sederhana dan serba kekurangan, kami ingin kamu itu bahagia, makanya belajar yang benar ya nak” sebuah dialog yang sebetulnya tidak salah tapi kurang tepat dalam mendidik seorang anak, karena dialog yang demikian secara langsung ataupun tidak akal seorang anak akan menangkap dan menyimpulkan bahwa ilmu itu alat untuk mendapatkan kekayaan, sehingga timbul dalam hati si anak tersebut bahwa aku harus pintar agar bisa menjadi kaya,, alhasil dari pendidikan yang seperti ini adalah seorang intelektual tapi tidak memahami moral,,,
Pantas saja keadaan sekarang ini begitu banyak orang yang pintar tapi sedikit orang yang benar, padahal orang yang pintar belum tentu benar tapi orang yang benar sudah pasti pintar,, jika tidak merasa mampu untuk mendidik anak sebagaimana Luqmanul hakim mengajarkan kepada anaknya yang tercantum dalam Qur’an: Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya (Tsaran) dan ia menasehatinya: "Hai anaku janganlah kamu mempersekutukan Allaah, sesungguhnya mempersekutukan Allaah adalah benar-benar kezaliman yang besar," (Luqman ayat 13)
Hai anaku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau berada di dalam bumi, niscaya Allaah akan mendatangkannya (membawanya) sesengguhnya Allaah maha halus lagi maha mengetahui." (Luqman ayat 16)
Hai anaku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) me-ngerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (Allaah)." (Luqman ayat 17)
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (Luqman ayat 18)
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai. (Luqman ayat 19)
Selain nasihat yang tercantum dalam Qur’an, ada juga nasihat-nasihat yang lain
Wahai anaku, jualah duniamu demi kehidupan akhiratmu, niscaya engkau memperoleh kedua-duanya dengan beruntung.
Wahai anaku, janganlah mencampuri urusan duniamu terlalu dalam yang membuat rusak urusan akhiratmu dan janganlah meninggalkan dunia sama sekali sehingga engkau menjadi beban orang lain.
Wahai anakku, sebagaimana engkau tidur demikianlah engkau mati, dan sebagai mana engkau bangun demikianlah engkau dibangkitkan. Beramalah dengan amal saleh niscaya engkau tidur dan bangun seperti pengantin baru, dan janganlah beramal dengan amal yang buruk, sebab engkau akan tidur dan bangun ketakutan, seperti orang yang dicari-cari penguasa untuk ditumpahkan darahnya (dibunuh).
Wahai anakku apabila terdapat pada diri seseorang 5 hal: agama, harta, sifat malu, baik budi dan dermawan, maka ia seorang yang bersih lagi taqwa menjadi kekasih Allaah dan lepas dari gangguan syaithan.
Wahai anaku, aku menasehati engkau dengan sifat-sifat yang apabila engkau berpegang teguh dengannya niscaya engkau selalu menjadi orang terhormat, yaitu bentangkanlah sifat bijakmu kepada orang yang dekat maupun yang jauh darimu. Janganlah engkau perlihatkan kebodohanmu kepada orang yang jujur maupun terhadap orang yang culas khianat. Bersilaturahmilah terhadap kaum kerabatmu. Pelihara dan jagalah teman-temanmu. Janganlah sampai menerima orang yang berusaha berbuat jahat, yang menginginkan kerusakanmu dan bermaksud menipumu. Dan jadikanlah teman-temanmu tergolong orang-orang yang apabila engkau berpisah dengan mereka dan berpisah denganmu engkau tidak menggemukan cacat mereka dan mereka tidak pula mengungkapkan cacatmu.
Jika dirasa berat memberikan nasihat sebagaimana kita bisa meniru dari sebuah lirik lagu sunda yang jika diterjemahkan kurang lebih seperti ini artinya: harus pintar dan benar,, harus jujur dan jangan bohong,, jangan menyakiti orang supaya banyak saudara,, periksa perkataan, perbuatan, niat dan sifat supaya bertemu dengan bahagia, selamat dunia akhirat,, sebuah nasihat yang penuh dengan manfaat, yang terkadang banyak kita lupakan karena yang kita pikirkan hanyalah kebahagiaan dunia saja berupa banyaknya harta dan tingginya tahta,, tidak ada salahnya menuntut ilmu dunia karena darisana kita bisa mengenal kebesaranNYA melalui penelitian-penilitan yang dilakukan dari ilmu dunia yang didapatkan,, hal ini sudah sesuai dengan hadits yang begitu terkenal mengenai ilmu bahwa Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa ingin (memperoleh kebahagiaan) di dunia, hendaklah ia berilmu. Dan barangsiapa ingin (memperoleh kebahagiaan) di akhirat, hendaklah ia berilmu. Dan barangsiapa ingin memperoleh kebahagiaan keduanya, hendaklah ia berilmu.” (riwayat Abu Hasan Al-Mawardi),, kebahagiaan disini banyak yang mengartikan banyaknya harta, padahal banyaknya harta belum tentu membuat seseorang bahagia, justru kadangkala banyaknya harta membuat orang menderita dan tersiksa, karena takut hartanya akan ada yang mencuri, takut hilang, dan masih banyak ketakutan lainnya yang dirasakan oleh orang yang mempunyai kekayaan,, kebahagiaan disini dicontohkan oleh Rasulullaah sendiri dengan bersikap sederhana meskipun beliau menguasai berbagai bangsa,, kebahagiaan di dunia adalah kebahagiaan bisa mengenal Tuhan dan kekuasaannya, karena dengan itu seseorang bisa beribadah dengan khusyu seakan-akan melihat Tuhannya kalaupun tidak bisa melihat dia bisa merasakan sedang dilihat oleh Tuhannya,, dan buah dari shalat yang khusyu adalah akhlak yang mulia sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullaah selaku manusia yang paling ta’at dalam masalah syari’at dan paling baik dalam masalah akhlak, baik itu akhlak kepada sesama, kepada orang yang lebih tua, kepada istri, kepada musuh sekalipun beliau menunjukan akhlak yang baik,,
Ibadah yang khusyu dan akhlak yang baik adalah hasil daripada pengamalan ilmu yang dimiliki seseorang, sehingga pantas saja sahabat Ali karomallaahu wajhah rodhiyallaahu ‘anhu mengatakan: “ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta, ilmu itu penghukum dan harta itu terhukum, harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan”,, jika masih ragu akan mulianya ilmu dibanding harta coba renungkan, siapa yang akan mencelakakan seorang manusia bila Allaah menjadi pelindungnya, karena orang yang senantiasa menjaga shalatnya maka Allaah akan mencintai orang tersebut, dan jika orang tersebut ada yang memusuhi berarti Allaah juga akan menjadi musuh orang yang memusuhi kekasihNYA,, kekasih disini bukan berarti kekasih seperti yang kebanyakan manusia dilakukan saat ini, tapi kekasih Allaah disini adalah orang yang dikasihi oleh Allaah,, dan betapa beruntungnya orang yang dikasihi oleh Allaah, karena DIA akan mencukupi segala kebutuhanNYA, DIA akan selalu dibimbing untuk senantiasa berbuat baik sebagai bekal untuk kehidupan nanti,, bayangkan saja jika seseorang dikasihi sama seorang penguasa, sudah pasti hidupnya akan terjamin, tak akan ada yang berani mencelakakannya, kebutuhannya akan dipenuhi dan dilindungi dari yang membahayakannya,, jika masih tetap ragu coba renungkan oleh kita semua, siapa yang akan berani mencelakakan seorang yang mempunyai akhlak yang baik, seorang yang murah senyum dan ramah, seorang yang sopan dan santun, orang yang berani mencelakakan orang seperti itu hanyalah orang yang dengki karena begitu banyak orang yang menjadi teman dari seseorang pemilik akhlak yang baik,, dan sekali lagi ini semua adalah hasil dari ilmu bukan harta,, selain itu masih banyak lagi keutamaan ilmu yang menyebabkannya lebih mulia daripada harta, diantaranya:
• Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan para raja dan orang-orang kaya.
• Pemilik harta akan meninggalkan hartanya jika mati, sedangkan ilmu akan dibawa hingga ke alam kubur.
• Ilmu bisa mengatur harta, sedangkan harta tidak bisa mengatur ilmu.
• Jiwa menjadi bersih karena banyaknya ilmu dan mulia karena memperoleh ilmu. Adapun harta tidak bisa membersihkan jiwa dan menyempurnakannya. Bahkan jiwa akan terus merasa kurang, kikir, dan rakus karena banyaknya harta.
• Ketamakan seseorang terhadap ilmu adalah inti dari kesempurnaannya. Ketamakannya terhadap harta adalah inti dan kekurangannya.
• Harta selalu mengajak pada kezaliman dan kesombongan, sedangkan ilmu mengajak pada tawadhu' dan pelaksanaan ibadah yang benah.
• Cinta ilmu dan mencarinya adalah pokok dari segala ketaatan, sedangkan cinta harta dan mencarinya adalah pokok dari segala kejelekan.
• Ketaatan kepada Allaah hanya dapat diperoleh dengan ilmu, sedangkan mayoritas orang yang durhaka kepada Allaah disebabkan oleh harta.
• Pemilik harta dipuji ketika ia mengeluarkan hartanya, sedangkan pemilik ilmu dipuji karena ilmu dan sifat yang menghiasinya.
• Orang yang kaya harta, kekayaannya pasti akan ia tinggalkan, serta merasa sakit dan sedih karena berpisah dengannya. Adapun orang kaya ilmu, kekayaannya akan abadi serta tidak menyebabkan sakit dan sedih.
Jika demikian, kekayaan harta adalah kenikmatan semu yang mengakibatkan rasa sakit. Sementara kenikmatan ilmu adalah kenikmatan yang abadi yang tidak diiringi rasa sakit.
Tapi mulianya ilmu seperti yang diceritakan diatas pada saat sekarang hanya sebuah cerita, hanya sekedar harapan dalam awan yang sulit untuk diwujudkan dalam kenyataan, karena manusia sudah terpedaya oleh fantasi dunia yang indah dilihat padahal didalamnya ada jebakan yang dila’nat,, hal ini terjadi karena ilmu sekarang bukan lagi sesuatu yang harus diamalkan tapi menjadi sesuatu yang harus dibeli,, tak hanya pendidikan umum saja yang harus membayar,, pendidikan khusus keagamaan seperti pesantren ataupun juga majelis ta’lim dipungut bayaran,, memang tidak semua tapi kebanyakan,, jika sudah berhubungan dengan bayaran pasti hubungannya dengan uang, dan jika sudah demikian akan susah menumbuhkan benih keikhlasan yang menjadi kunci diterimanya amal seseorang,, santri-santri lulusan pesantren pun jika sudah menjadi ustadz akan memasang harga karena mungkin mereka merasa mendapatkan ilmu tidaklah gratis sebagaimana yang telah ia rasakan ketika mengenyam pendidikan di pesantren,,padahal Allaah telah melarang orang-orang yang beriman, dan khusunya ahli kitab, meskipun ahli kitab disini ditujukan untuk bani Isro’il tapi karena Al-Qur’an adalah petunjuk bagi semua manusia maka sudah seharusnya orang yang merasa mempunyai pengetahuan terhadap kitab Al-Qur’an juga adalah ahli kitab,, Allaah berfirman:”… dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (Al-Baqarah ayat 41)
Ayat ini diturunkan karena sebagian pendeta Bani Israil tidak mau mengajarkan kebenaran yang mereka ketahui kepada manusia, kecuali dengan meminta uang dari pekerjaannya tersebut, maka Allaah melarang mereka untuk berbuat seperti itu.
Sebagian ulama mengatakan bahwa Bani Israil tidak mau beriman kepada Al Qur’an karena kecintaan mereka kepada dunia. ( ) Mereka mengira bahwa dengan beriman kepada Al Qur’an dan mengikuti apa yang dibawa nabi Muhammad saw, mereka akan menjadi golongan yang tersingkir, karena nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasalam berasal dari keturunan Arab, sedang mereka dari keturunan Yahudi, yang selama ini menjadi golongan yang terhormat di kota Yastrib ( Madinah ). Itulah yang disebut menukar keimanan dengan dunia, atau menukar keimanan dengan jabatan yang harganya sangat sedikit.
Ayat di atas walaupun diturunkan kepada Bani Israel, akan tetapi berlaku kepada siapa saja yang mempunyai sifat seperti sifat Bani Israel. Berkata Imam Al Qurtubi : ” Dan ayat ini , walaupun khusus untuk Bani Israel, akan tetapi juga mencakup semua orang yang berbuat seperti perbuatan mereka. Maka barang siapa yang mengambil uang suap untuk memanipulasi suatu hak, atau menghilangkannya, atau tidak mau mengajar sesuatu yang wajib diajarkannya kepada orang lain, padahal itu menjadi kewajibannya kecuali dengan meminta upah dari pekerjaannya itu,maka sungguh termasuk dalam larangan ayat di atas. WAllaahu A’lam .
Oleh karenanya, kita sebagai umat Islam dilarang untuk belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi justru kita mencari ilmu tersebut demi mencari keuntungan dunia yang sedikit itu. Dalam suatu hadist Rasulullah saw pernah bersabda : “ Barang siapa yang belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi dia menuntutnya demi untuk mencari keuntungan dunia darinya, maka dia tidak akan bisa menyium baunya syurga pada hari kiamat “ ( HR Abu Daud no : 3664 )
Maka, orang seperti ini ada kesamaannya dengan orang-orang Yahudi yang menjual ayat-ayat Allaah dengan harga yang sedikit.
Dari situ timbul suatu pertanyaan : Bagaimana hukum belajar di perguruan tinggi atau sekolahan untuk mencari ijazah ? Jawabannya adalah bahwa hukumnya tergantung kepada niat, jika ia berniat dengan ijzahnya tersebut hanya sekedar untuk mencari pekerjaan, maka ia termasuk yang dilarang dalam hadits tersebut. Sebaliknya jika ia berniat dengan ijazah tersebut untuk menegakkan kebenaran dan mengajarkan Islam kepada masyarakat, maka tidak termasuk dalam larangan dalam hadits tersebut. Wallaahu A’lam
Jika ilmu mampu menjadikan manusia menjadi seorang yang terhormat, sudah tentu Allaah Yang Memiliki Berbagai Ilmu adalah Maha Terhormat, karena itu memang sudah sepantasnya Allaah memiliki Asmaul Husna Al-Mu’izz yang maksudnya Yang Maha Terhormat, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: “Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali-Imran ayat 26)
BILLAAHI FI SABILIL HAQ