Bagi orang yang beriman tentu mengetahui bahwa tinggi rendahnya derajat seseorang bergantung pada ketaqwaan seseorang,, namun berbeda dengan orang yang beriman hanya dalam ucapan tentunya orang-orang seperti ini hanya menganggap bahwa tingginya derajat seseorang itu dilihat dari banyaknya harta, dan tingginya pangkat,, tak heran jika pada saat sekarang yang merupakan zaman mendekati akhir kehidupan semua makhluk Tuhan, begitu banyak manusia yang berlomba dalam hal mengumpulkan harta benda dan karena sibuk mengumpulkan harta benda, mereka kemudian lupa akan tugasnya sebagai manusia yang merupakan seorang kholifah dan seorang hamba,, dan saking cintanya terhadap dunia, mereka pun lupa bahwa hidup ini akan ada akhirnya yakni mati, hal ini merupakan kabar yang asing bagi umat Islam karena belasan abad yang lalu Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam memberi tahu tentang akan terjadinya umat Islam seperti keadaan sekarang, sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Umat-umat terdahulu akan berkoalisi hendak menguasai kalian, seperti berkumpulnya jago-jago makan ketika menyantap makanan”. Sahabat bertanya: “apakah karena jumlah kami yang sedikit pada saat itu.” Nabi shalallaahu ‘alaihi wasalam menjawab: “bahkan jumlah kalian saat itu, justru sangat banyak. Akan tetapi tak ubahnya seperti buih di lautan. Allaah mencabut rasa takut pada musuh kalian, sebaliknya Allaah menanamkan di hati kalian penyakit wahn”. Sahabat kembali bertanya: “apa itu penyeakit wahn.” Nabi shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda: “cinta dunia dan takut mati.” (Shahih. Riwayat Abu Dawud [2/102], Imam Ar-Ruyani [25/134/2], Ahmad [5/287])
Dalam hadits tadi disebutkan umat-umat terdahulu, berkoalisi, bersatu dan bekerja sama karena ingin menguasa umat Islam, bahkan diibaratkan seperti jago-jago makan ketika menyantap makanan, Rasul menyebutkan seperti itu karena mengetahui perumpamaan seperti itu cocok untuk mengibaratkan berkumpulnya umat-umat terdahulu, karena orang-orang yang jago makan ketika menyantap makanan, akan serius dan begitu menikmati setiap suapan makanan yg dimakan, yang bisa kita tamsilkan seperti seriusnya umat-umat terdahulu untuk menguasai umat Islam dan begitu menikmati jika melihat kemunduran-kemunduran Islam,, dan penyebab mundurnya Islam pada saat sekarang ini sudah diberitahukan oleh Rasul bahwa umat kita terkena penyakit wahn yakni cinta dunia dan takut mati, dengan penyakit ini begitu banyaknya umat Islam tak berarti apa-apa jika hanya seperti buih di lautan yang terombang-ambing oleh ombak,, benarnya sabda Rasul telah terbukti pada keadaan sekarang ini, di negara Indonesia saja bisa kita lihat begitu gampangnya umat Islam di hasut, begitu gampangnya diadu dombakan dengan saudara-saudaranya seiman, padahal hanya berbeda pemahaman tapi malah menimbulkan perpecahan, jika seperti ini keadaannya umat Islam bukannya mendapat rahmat tapi malah mendapat la’nat karena yang satu dengan yang lain malah saling memburuk-burukkan,, dalam kitab Al-I’tisham ada sebuah hadits dimana Rasulullaah bersabda: “Janganlah bertanya kepadaku dengan apa yang telah kutinggalkam kepada kalian. Sungguh telah celaka orang-orang sebelum kalian lantaran persoalan-persoalan dan perselisihan mereka atas para nabi, Jika aku melarang kalian terhadap sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan kalian sesuatu maka laksanakanlah semampu kalian.”,, dengan kutipan hadits tersebut seharusnya umat Islam tidak berselisih seperti orang-orang sebelum kita, tidak perlu ada yang merasa paling benar dan menyalahkan orang lain, karena yang berhak memutuskan benar atau salah hanyalah Allaah dan RasulNYA, tidak perlu memperdebatkan jika semuanya masih belum mengetahui kebenarannya, kita memang wajib menegur, tapi tegurlah dengan cara sebaik mungkin sebagaimana telah diajarkan oleh Rasul, bukan menghukumi segala sesuatu oleh golongan sendiri,, karena Rasul sendiri juga bersabda jika aku memerintahkan kalian sesuatu maka laksasnakanlah semampu kalian,, sekarang coba tanyakan dan renungkan kepada diri kita masing-masing, apakah diri kita ini sudah saling menghargai atau malah saling merasa benar sendiri?,,
Kembali lagi ke penyakit wahn tadi yang merupakan gabungan dari dua penyakit, yakni cinta dunia dan takut mati,, penyakit pertama dari wahn ini adalah cinta dunia, sudah kita ketahui jika seseorang mencintai pasti harus mengenal terlebih dahulu, karena tidak mungkin seseorang akan mencintai jika tidak mengenal atau tidak mengetahui, dan alasan kenapa kebanyakan dari manusia lebih mencintai dunia daripada kehidupan akhirat nanti, karena manusia lebih mengetahui dan mengenal kehidupan di dunia, ini terjadi karena kita semua lebih banyak mempelajari ilmu duniawi daripada mempelajari ilmu ukhrowi, entah itu belajar dalam lingkungan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi ataupun non formal seperti lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar,, coba saja di sekolah lebih banyak di ajarkan mengenai ilmu dunia daripada ilmu agama, makanya tidak heran jika kebanyakan manusia lebih mencintai dunia daripada akhirat, karena waktu untuk mempelajari ilmu sebagai alat untuk mengenalnya juga lebih banyak waktu untuk mempelajari ilmu dunia daripada ilmu agama yang merupakan alat untuk mengenal kehidupan akhirat,, tak hanya itu lingkungan sekitar pun kebanyakan hanya mengajarkan kepada kita semua mengenai banyaknya harta akan membuat manusia meninggikan derajat sosialnya,, ternyata tak cukup sampai disana, lingkungan keluarga yang mempunyai peran pun ternyata kebanyakan hanya mengajarkan ilmu untuk mengenal dunia bukan ilmu agama untuk mengenal akhirat, sebagai contoh kebanyakan dari ayah, ibu kita menyekolahkan kita setinggi mungkin, supaya kita mendapat pekerjaan yang layak, supaya kita dapat bisa hidup bahagia karena banyaknya harta,, disinilah letak kesalahan belajar kita, dari mulai lingkungan sekolah, lingkungan sekitar sampai lingkungan keluarga pun hanya mengenalkan dan menyuruh mempelajari ilmu dunia tanpa diseimbangi oleh ilmu agama,,,
Karena penyebab kurangnya ilmu agama sehingga pantaslah gelar taqwa yang merupakan gelar kehormatan bagi orang-orang yang beriman sulit sekali untuk didapatkan, padahal kita semua sudah mengucapkan syahadat, menunaikan shalat, zakat dan puasa tapi belum juga gelar taqwa itu kita punya,, supaya kita bisa menjadi orang yang bertaqwa tentunya ada baiknya kita mengetahui ciri-ciri dari orang yang bertaqwa, dalam Al-Baqarah ciri orang bertaqwa disebutkan: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (Al-Baqarah ayat 3-4),, ciri pertama orang yang bertaqwa yang disebutkan tadi adalah yang beriman kepada yang ghaib, iman menurut katanya adalah percaya, dan menurut istilah adalah diyakini dalam hati, diucapkan dalam lisan dan dilakukan dengan perbuatan,, akan tetapi pada saat sekarang ini kebanyakan manusia hanya mendefinisikan iman hanya sebatas kata yakni percaya saja,, tidak mendefinisikan iman secara istilah, alhasil bisa kita lihat sekarang, dimana orang-orang yang sudah bersyahadat masih ada yang berbuat jahat, orang yang shalat masih ada saja yang suka melakukan ma’siat, orang yang mengeluarkan zakat masih ada juga yang suka mengupat, orang yang pergi haji masih ada juga yang dengki,, sementara itu yang ghaib itu banyak macamnya, segala sesuatu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata adalah yang ghaib, seperti jin, iblis, syaithon yang merupakan musuh-musuh manusia yang harus diwaspadai agar kita tidak celaka oleh mereka, selain mereka malaikat, qodho dan qodhar, selain ghaib tadi ada Yang Maha Ghaib yakni Allaahu Ta’ala,, jika saja semua manusia beriman menurut istilah yakni meyakini dalam hati, diucapkan dalam lisan dan dilaksanakan dalam bentuk perbuatan sudah tentu tidak akan terjadi kejahatan seperti keadaan sekarang,,
Ciri yang kedua menurut surat Al-Baqarah tadi adalah mendirikan shalat, disini disebutkan mendirikan shalat bukan melaksanakan shalat, dan yang bisa mendirikan shalat adalah orang yang ahli shalat bukan orang yang suka shalat, seperti sebuah bangunan, yang dapat mendirikan hanyalah orang yang ahli dalam bangunan, orang yang suka bangunan hanya dapat menyukai saja tidak menghasilkan apa-apa lain hal nya dengan orang yang ahli sudah tentu akan mendapat bayaran dari bangunan yang didirikannya, seperti itulah kira-kira jika diibaratkan antara orang yang ahli shalat dan yang suka shalat, orang yang ahli shalat dapat mendirikan shalat dalam setiap kegiatan apapun yang dilakukannya, dengan kata lain shalatnya itu dibawa kemanapun ia pergi, baik itu mau belajar, berdagang, bekerja, dan dalam segala hal, sehingga shalatnya itu bisa menjaganya dari perbuatan ma’siat dan akhirnya ia bisa selamat dan mendapat rahmat juga berkat,, orang yang ahli dapat mendirikan karena dalam setiap gerakan shalatnya dia begitu menghayati setiap arti dari bacaannya dan memikirkan apa maksudnya, sehingga ia mendapatkan pelajaran kebaikan dari shalat yang ia lakukan, berbeda dengan orang yang hanya sekedar suka melaksanakan tapi tidak memikirkan dari shalat yang setiap hari dikerjakan,, dan kebakanyakan umat Islam saat ini baru dalam tahap suka mengerjakan shalat belum menjadi ahli shalat yang bisa memetik manfaat dari shalatnya, padahal shalat itu tiangnya agama, amalan yang pertama dihisab, pencegah perbuatan keji dan munkar, dapat menjadi cahaya juga, sebagaimana disebutkan dalil-dalil berikut: “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR Muslim),, “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk.” (HR At-Thabrani). Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut ayat 45),, Rasulullah Shalallaahu a’laihi wasalam telah bersabda yang bermaksud : "Barangsiapa yang memelihara shalat, maka shalat itu sebagai cahaya baginya, petunjuk dan jalan selamat dan barangsiapa yang tidak memelihara shalat, maka sesungguhnya shalat itu tidak menjadi cahaya, dan tidak juga menjadi petunjuk dan jalan selamat baginya..." (Tabyinul Mahaarim)
Ciri berikutnya menurut surat Al-Baqarah tadi adalah menafkahkan sebagian rezeki yang Allaah anugerahkan untuknya,, hal ini tentu akan menjadi mudah untuk orang yang beriman kepada yang ghaib lalu mendirikan shalat, namun akan sangat sulit bagi orang yang beriman nya hanya dalam lisan tapi tak ada arti dalam hati dan tak juga dilakukan dalam perbuatan,, Ciri berikutnya adalah beriman kepada kitab Al-Qur’an yang telah diturunkan, dan sama hal nya seperti beriman yang ghaib, beriman kepada Al-Qur’an juga tak cukup hanya dalam hati atau hanya di lisan namun juga harus dilakukan oleh perbuatan, tapi keadaan sekarang memang jauh dengan masa kejayaan Islam, dimana dulu Al-Qur’an benar-benar dijadikan pedoman, sementara oleh kebanyakan orang-orang saat ini hanya dijadikan pajangan,, sehingga pantas saja begitu jauh kehidupan manusia sekarang dengan ketenangan dan kesejahteraan karena telah menjauhi bahkan menggantikan hukum-hukum yang telah tercantum dalam Qur’an, padahal larangan ini telah tercantum dalam Qur’an: …Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi". (Al-Maidah ayat 5)
Ciri orang yang beriman terakhir menurut surat Al-Baqarah tadi adalah meyakini akan adanya kehidupan akhirat, namun umat Islam sekarang kebanyakan hanya bicara saja percaya akan kehidupan akhirat, tapi kebanyakan waktunya hanya dihabiskan untuk mencari harta untuk kehidupan dunia saja, sedangkan untuk kehidupan akhirat santai-santai saja, contohnya saja jika adzan dikumandangkan yang merupakan tanda panggilan cinta dari Yang Maha Penyayang, sedikit manusia yang memenuhi panggilan cinta tersebut, sisanya banyak yang disibukkan oleh urusan dunia, maka pantas saja Allaah menyindir dalam sebuah hadits Qudsi: …AKU heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat tapi ia menjalani kehidupan dengan bersantai santai AKU heran pada orang yang yakin akan kehacuran dunia tapi ia menggandrunginya… (hadits Qudsi)
Begitu hebatnya taqwa yang dapat meninggikan derajat seseorang dihadapan Tuhan, dan dihadapan insan, sehingga pantas saja Allaah mempuyai Asmaul Husna Ar-Raafi’ yang arti Yang Maha Meninggikan, sebagaimana tersurat dalam Qur’an: Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (Al-An’am ayat 83)
BILLAAHI FI SABILIL HAQ