Kamis, 19 Juli 2012

Al-Quddus

0 komentar
BISMILLAAHI ALHAMDULILLAAH AR-RAHMAAN AR-RAHIIM

Bersih atau suci, tentunya kata ini merupakan kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sesuatu yang bersih atau suci tentunya disukai banyak orang dan sebaliknya sesuatu yang kotor tidak disukai oleh orang-orang.
Ambil saja sebuah contoh dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita alami, jika rumah kita mau kedatangan tamu, tentunya kita sekeluarga bersih-bersih di rumah itu, dari mulai halaman sampai kamar mandi, kita menata sedemikian rupa setiap sudut ruangan agar tidak terlihat bersih dan rapi, karena kita tidak mau mengecewakan tamu yang mau mampir ke rumah kita, padahal singgahnya hanya beberapa jam atau beberapa hari saja, tidak untuk selamanya. Hal ini memang tidak dilarang dalam agama, bahkan Rosul ‘alaihi sholatu wasalam bersabda ''barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik-baik saja atau hendaklah ia diam''.( riwayat bukhari dan muslim).
Kita sering memuliakan tamu dari manusia apalagi jika tamu tersebut seorang yang terhormat dan kaya raya, sudah tentu pasti kita tidak akan membuat kecewa. Akan tetapi kita sering melupakan seorang tamu yang satu ini, tamu yang kehadirannya bisa membawa kehidupan dan membawa kebahagian bagi kita dan semua manusia bahkan semua yang ada di dunia, dan apakah anda tahu siapa tamu yang dimaksud?, dia adalah cahaya dari Yang Maha Kuasa atau Nur Ilahi atau yang lebih dikenal dengan nama hidayah.
Jasad adalah rumah bagi ruh manusia, dan hidup atau tidaknya ruhani, tergantung kepada manusia itu sendiri, dan hidup atau tidaknya suatu ruh tergantung kepada Nur Ilahi sebagaimana Allaah berfirman dalam Qur’an:  “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-‘An’am: 122)
Dan ruhani bisa mendapatkan nur Ilahi atau tidak tergantung kepada hati, karena disanalah nur Ilahi hidup dan memancarkan cahayanya lewat niat, perkataan dan perbuatan yang selalu condon kepada kebaikan bukan kepada keburukan. Seperti yang tersurat dalam Firman Allaah dalam Qur’an: kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Asy-Syu’araa: 89), "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram." (Surat Ar-Ra’d  : 28) diperjelas lagi dengan hadits Rosul ‘alaihi shalatu wasalam: "Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di dalamnya ada pelita yang bersinar. Maka, itulah hati orang mukmin. Hati yang hitam lagi terbalik, maka itu adalah hati orang kafir. Hati yang tertutup yang terikat tutupnya, maka itu adalah hati orang munafik, serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak." (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
setelah menyimak apa yang disampaikan dalam Qur’an dan hadits tadi, mari kita kembalikan kepada diri kita, kemanakah hati kita termasuk, apakah mukmin, apakah kafir, apakah munafik, atau pencampuran antara iman dan nifak?
Seperti diawal tadi disebutkan jika kita mau menyambut tamu dari manusia kita membersihkan rumah kita, sebersih-bersihnya. Akan tetapi ketika nur Ilahi datang untuk memasuki hati, kita sangat jarang sekali atau mungkin tidak membukakan pintu supaya nur Ilahi itu masuk ke dalam hati yang bisa menyinari. Suatu pribahasa mengatakan mata adalah jendela hati, dan jika jendela terus dibuka maka secara otomatis akan banyak kotoran yang akan memasuki hati kita, seperti sebuah jendela rumah yang jika dibiarkan terus terbuka maka polusi udara akan merusak lingkungan rumah kita. Tapi kenyataan sekarang umat islam lebih banyak yang senang memandang lawan jenis yang bukan muhrim daripada harus membaca Qur’an yang merupakan petunjuk bagi orang muslim. Telinga lebih senang digunakan untuk mendengarkan orang-orang yang sedang mengupat dari pada mendengarkan para ‘ulama yang menyampaikan nasihat. Lisan lebih senang membicarakan kejelekan dari pada harus berdzikir dan bertasbih memuji Tuhan. Tangan lebih senang bersentuhan dengan yang tidak halal daripada harus bersentuhan dengan sajadah untuk bersujud dan mensyukuri segala nikmat dan karunia yang diberikan Yang Maha Rohman. Kaki lebih senang dilangkahkan ke tempat-tempat maksiat daripada ke tempat-tempat ibadat, padahal untuk memasuki tempat maksiat harus mengeluarkan uang yang cukup besar tapi tetap saja memasukinya, berbeda dengan tempat ibadat yang digratiskan tanpa biaya tapi manusia masih tetap enggan.
Sudah bersikap adilkah kita terhadap tamu?, giliran menyambut tamu dari golongan manusia yang singgah hanya sementara, manusia membersihkan bahkan mau mengorbankan apa saja untuk membuat betah dan bahagia tamu yang datang ke rumahnya. Tapi giliran tamu yang merupakan sumber kehidupan, manusia malah santai-santai saja seolah tidak peduli dengan tamu yang bernama nur Ilahi ini, tak pernah mempedulikan kebersihan yang menjadi tempat tinggal nur Ilahi ini, tak memperhatikan apa kebutuhan dari nur Ilahi ini. Sehingga pantaslah banyak manusia yang jauh dari cahaya Ilahi, karena kita sendiri yang membuat tamu ini tak betah tinggal di hati kita, coba bayangkan saja, tamu mana yang betah jika kamar yang ditnggalinya penuh dengan kotoran?, belum lagi ditambah kejelekan mata, telinga, lisan dan kaki yang makin mengotori hati.
Dan hasilnya bisa kita liat disana-sini, yang menyampaikan nasihat semakin banyak, tapi yang maksiat pun tak ingin kalah banyak, bukan karena nasihat yang tidak bermanfaat, tapi karena pemberi nasihat yang hanya pandai mengolah lidah untuk bersilat tapi tak dapat menunjukan dengan akhlak yang mulia untuk memberikan contoh yang akan lebih bermanfaat. Mungkin mereka lupa akan firman Allaah dalam surat Al-Baqoroh ayat 44: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
Perempuan yang seharusnya menjadi tulang punggung, kini malah tengah digulung dengan lingkungan pekerjaan yang membuat para kaum hawa bingung yang tak membawa untung, bukan untung hanya dari uang saja, karena sebuah kebahagiaan tak dapat diukur dengan uang atau materi, tapi kebahagiaan dapat diraih jika cita-cita diri dapat terwujud dalam kehidupan sekarang ini, karena setiap diri terlahir suci dan bersaksi bahwa Allaah lah Tuhan yang sejati, maka sudah pasti mengenal diri dan Allohu Robbi adalah kebahagiaan yang sejati. Sebagaimana telah diperingatkan dalam Qur’an surat al-‘araf:172 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-‘Araf: 172)
Generasi muda yang bertugas untuk memperbaiki malah sibuk dengan urusan duniawi yang tak jauh dari urusan nafsu hewani, seperti disebutkan dalam ‘Ali Imran ayat 14 Allaah berfirman: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Para pemimpin yang seharusnya melindungi dan mensejahterakan rakyat yang miskin malah sibuk mikirin kepentingan diri, keluarga dan golongannya yang malah membuat penderitaan rakyat makin lengkap menjadi semakin melarat. Allaah memperingatkan dalam firman-Nya:”Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus” (Al-Ma’idah: 12)
Jika sudah terjadi bencana malah menyalahkan alam, padahal siapa yang sebenarnya merusak alam?, bukankah manusia sendiri?, Allaah berfirman: ”Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. (Al-Baqoroh: 11-12)

Wahai saudaraku semuanya, marilah kita kembali menjalankan apa yang seharusnya kita lakukan dan menjauhi apa yang seharusnya kita hindarkan. Marilah berjalan diatas rel kemanusiaan yang telah ditentukan agar kita tidak termasuk ke dalam golongan yang akan dimasukan ke dalam api yang menghanguskan. Kita diciptakan untuk beribadah kepada Allaah Yang Maha Gagah dan Maha Suci, dan karena Allaah Maha Suci dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (At-Taubah: 108)
Marilah semuanya membersihkan diri, membersihkan rumah agar ruhani kita menjadi betah, dan hati kita menjadi bersih, sehingga nur Ilahi bisa memasuki dan menyinari hati yang akan tampak pada niat yang suci, perkataan yang syarat dengan maknawi, dan mampu mencontohkan akhlak yang terpuji.

Tidak semata-mata Allaah menyuruh untuk mensucikan diri jika DIA bukan Yang Maha Suci, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an: Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Al-Hasyr ayat 23)

Wahai manusia yang lupa diri,,,
Sampai kapan kau akan tenggelam dalam kehidupan duniawi,,,
Sampai kapan kau mau menjadi budak setan yang menipu diri,,,
Yang menyuruh mengotori hati agar tak dapat dimasuki Nur Ilahi,,,

Padahal Tuhan yang menciptakanmu adalah Yang Maha Suci,,,
Dan Yang Maha Suci sudah pasti mencintai orang-orang yang membersihkan diri,,,
Karena tak pernah DIA menyuruhmu untuk mengotori diri,,,
Justru DIA memuji orang yang mensucikan diri dengan panggilan berbahagialah,,,
Dikatakan demikian karena orang yang bahagia adalah orang yang pasrah,,,
Orang yang pasrah adalah orang yang menjauhi segala larangan dan menjalan segala perintah,,,
Orang mukmin yang berpasrah, akan memahami bahwa di balik setiap kejadian pasti ada hikmah,,,
Meski tak jarang hawa nafsu yang dibantu setan membantah,,,

Sembahlah dengan benar Tuhanmu Yang Maha Suci,,,
Cintailah dengan sepenuh hati,,,
Agar kamu mendapatkan cahaya Ilahi,,,
Sehingga kamu dapat hidup di dunia ini dengan tak bersedih hati…
Cintailah dengan sepenuh hati,,,
Karena jika sudah mencintai,,,
tak akan peduli terhadap apa yang dikatakan oleh orang yang benci,,,
karena jika hati sudah bersinar,,,
maka insya Allaah, mata, telinga, lidah, tangan dan kaki,,,
akan di tuntun oleh Ilahi untuk menuju ridha-Nya menuruti  benar…

BILLAAHI FI SABILIL HAQ

Leave a Reply